Design Thinking menjadi semakin mainstream, banyak perusahaan yang tidak hanya mengadopsi Design Thinking sebagai proses inovasi, tetapi juga mengadopsi nilai-nilai Design Thinking untuk membentuk budaya inovasi baru di perusahaannya. Namun pengadopsian nilai seperti itu tidak bisa dilakukan dengan mudah oleh semua perusahaan karena belum tentu cocok dengan nilai-nilai yang sudah sangat tertanam dalam perusahaan tersebut. Contohnya perusahaan Jepang, banyak perusahaan Jepang yang budaya kerjanya sudah lama terbentuk oleh nilai-nilai Kaizen sehingga tidak mudah untuk mereka mengadopsi nilai-nilai Design Thinking begitu saja. Bukan berarti nilai-nilai Design Thinking saling dengan nila-nilai Kaizen, hanya saja berbeda. Bagi yang belum mengenal dengan Kaizen, Kaizen adalah filosofi atau pendekatan kerja yang mendorong seluruh lapisan organisasi untuk bekerja sama dan melakukan perbaikan secara terus-menerus. Beberapa dari kita mungkin bekerja di perusahaan yang mengadopsi Kaizen, mari kita coba bandingkan dengan Design Thinking.
Secara mendasar, prinsip Kaizen dan Design Thinking cukup berbeda walaupun sasarannya adalah sama-sama perbaikan. Kaizen fokus terhadap melakukan perbaikan secara terus-menerus namun perbaikan-perbaikan kecil atau inkremental. Dan perbaikan-perbaikan kecil tersebut biasanya dilaksanakan melalui tindakan-tindakan kecil dan simpel yang sebisa mungkin tidak melibatkan peralatan atau upaya yang kompleks. Karena perbaikan-perbaikan Kaizen bersifat kecil, pelaksanaannya bisa dibilang terus-menerus tanpa akhir.
Baca juga: Design Thinking vs Six Sigma
Di sisi lain Design Thinking lebih menyasar pada perbaikan yang besar dan dramatis, yang mana biasanya melibatkan perubahan yang bersifat radikal atau fundamental. Design Thinking memang fleksibel dari segi skala, namun bila dibandingkan dengan Kaizen, perbaikan yang dilakukan Design Thinking biasanya melibatkan tindakan yang lebih besar dan kompleks. Dan karena upaya Design Thinking yang relatif lebih besar, walaupun Design Thinking juga bisa dilakukan secara terus-menerus, perbaikan yang dilaksanakan tetap tidak se-frekuen atau se-konstan Kaizen. Meskipun demikian proses Design Thinking bisa diadaptasikan agar lebih ‘ke-Kaizenan’ bisa proses prototyping dan testing dilakukan dengan lebih cepat sehingga siklus iterasinya lebih pendek-pendek.
Dari segi pelaksanaan, Kaizen dan Design Thinking memang jelas terlihat berbeda, tetapi bukan berarti kedua hal tersebut bertentangan. Lima elemen utama Kaizen adalah: kerjasama tim, kedisiplinan pribadi, semangat bekerja yang lebih baik, memberikan saran untuk perbaikan, dan lingkaran kualitas (di mana karyawan berkumpul untuk diskusi perbaikan).
Baca juga: Inovasi alat MRI menggunakan Design Thinking
Mari kita bandingkan dengan nilai-nilai kunci Design Thinking, yaitu: kreativitas, fokus pada user akhir, kerja sama tim, rasa penasaran, dan pemikiran ambidextrous (yaitu seimbang antara kreativitas dan implementasi). Bila kita lihat, sebenarnya lima elemen Kaizen dan lima nilai Design Thinking bisa saling komplementer. Oleh karena itu, secara umum perusahaan-perusahaan Jepang cukup terbuka terhadap Design Thinking, dan sebagian sudah perlahan-lahan mulai mengadaptasikan beberapa nilai dan praktek Design Thinking untuk membuat perbaikan Kaizen mereka lebih kreatif dan terfokus pada customer.
Comments