top of page

Elemen Kunci Pembentuk Budaya Inovasi

Updated: Mar 12, 2021

Ada yang bingung mau mulai dari mana untuk membangun budaya inovasi? Perasaan bingung ini wajar sekali, terutama bagi perusahaan yang budaya inovasinya masih lemah, di mana banyak sekali perilaku budaya inovasi yang ingin dibentuk. Agar kita bisa segera gerak, baiknya kita fokus dulu untuk membentuk 1-3 perilaku dahulu yang dinilai paling kritikal atau dibutuhkan saat ini dan ke depannya.


Tentu ada banyak perilaku budaya inovasi yang menjadi pilihan, tetapi menurut banyak pakar inovasi, ada 1 perilaku yang menjadi elemen kunci. Tanpa 1 perilaku ini, meskipun dibangun perilaku lain, budaya inovasi kemungkinan besar tidak akan berjalan dengan maksimal.

Psychological Safety - jujur memberikan feedback evaluasi proses inovasi

Dalam membangun budaya inovasi, ada 1 perilaku yang menjadi elemen kunci dalam kesuksesannya. Perilaku ini adalah menciptakan ‘Psychological Safety’ atau keamanan psikologis sehingga orang lain tidak merasa takut untuk jujur dan mengambil risiko. Istilah ‘Psychological Safety’ ini dipopulerkan oleh Professor Amy Edmondson dalam bukunya the Fearless Organization, di mana ia menemukan bahwa psychological safety yang kuat dapat membuat sebuah perusahaan sangat inovatif dan menjadi pemain kuat di pasar, dan sebaliknya, kekurangannya bisa mengakibatkan sebuah perusahaan terus gagal berinovasi sampai akhirnya tidak mampu bersaing di pasar.

Mengapa psychological safety sangat penting dalam budaya inovasi? Bagi teman-teman yang pernah menjalani proses inovasi, saya yakin prosesnya tidak pernah mulus. Contohnya, ketika diskusi biasanya banyak perdebatan atau kalau bereksperimen seringkali gagal, namun ketidak mulusan ini penting untuk dilalui dalam proses inovasi yang sehat. Bayangkan bila tidak ada psychological safety, orang-orang akan segan menyumbang pemikiran berbeda karena takut akan dihakimi, atau memilih untuk tidak berkesperimen karena takut kalau gagal performancenya akan dinilai jelek; sehingga meskipun karyawan sudah dibekali skill inovasi, mereka tidak akan berani mempraktikannya dalam keseharian.


Sebagai contoh, saya akan ceritakan bagaimana kurang (atau tidak adanya) psychological safety mengakibatkan jatuhnya Nokia yang dasyat dari tahun 2008 sampai tahun 2013, di mana nilai pasarnya jatuh melebihi 80%. Padahal di 2007 mereka adalah pemain nomor 1 di pasar mobile phone. Apa yang sebenarnya terjadi? Dalam artikel jurnal berjudul ‘How Nokia Lost the Smartphone Battle’ karya Vuori dan Huy, di mana mereka mewawancara 76 manager Nokia, ditemukan bahwa para middle manager Nokia sangat takut kepada para top manager dan rasa takut ini akhirnya mengacaukan proses inovasi di Nokia.

Jadi, para middle manager yang meng-challenge atau tidak langsung meng-‘iya’kan permintaan top manager yang tidak masuk akal atau kurang inovatif akan diintimidasi atau ditekan. Akibatnya, middle manager hanya berani melakukan development produk yang bersifat jangka pendek sesuai keinginan top manager. Middle manager juga menjadi takut untuk melakukan inovasi software jangka panjang yang seharusnya dilakukan karena merasa tidak akan disetujui dan pasti akan diintimidasi untuk melakukan projek yang lebih singkat. Memang Nokia akhirnya mampu mengembangkan smartphone touch-screen, tetapi sudah terlalu telat dan kualitasnya selalu jauh di bawah iPhone dan Android, sampai akhirnya mereka memilih untuk menjual bisnis mobile phone mereka ke Microsoft.

Kesimpulannya, bila karyawan tidak biasa menciptakan psychological safety untuk sesama, budaya inovasi akan sulit terbentuk karena karyawan akan takut untuk mendiskusikan ide-ide inovasi ke atasan dan rekan-rekannya. Bila diskusi saja takut, bagaimana nanti saat menjalankan projek inovasinya? Bisa jadi nantinya seperti di Nokia, karyawan sampai memalsukan data terkait hasil projek inovasinya karena saking takutnya. Makanya, psychological safety sangat kunci untuk membangun budaya inovasi yang sehat dan produktif.




bottom of page