Apakah Anda merasa bingung untuk menjalankan agile project, padahal sudah mendapatkan persetujuan dari manajemen? Lalu bagaimanakah cara membangun sebuah agile project?
Agile project sendiri merupakan jalur khusus dalam rangka mengimplementasikan ketangkasan (agile) dalam perusahaan. Ketika membahas agile project tentu perusahaan mengeluarkan sumber daya dengan harapan akan menghasilkan hasil yang lebih konkret dan berdampak secara signifikan ketika proyek telah selesai. Oleh karena itu, penting rasanya untuk dapat merancang sebuah agile project di dalam suatu perusahaan. Tiga cara yang dapat ditempuh ialah seperti berikut:
Sebuah agile squad memang memiliki target hasil yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Beberapa ciri yang harus dimiliki oleh agile squad dalam menjalankan misi yakni:
Pertama, aspirasional. Artinya squad mission tidak hanya menjalankan perbaikan (improvement implementer) dalam suatu proyek, namun juga harus terus berupaya untuk menghadirkan suatu lompatan sehingga memberi dampak yang signifikan bagi perusahaan.
Kedua, punya ukuran kuantitatif. Squad mission tidak hanya memikirkan persoalan kualitatif yang dapat berdampak pada keabstrakan situasi akhir dari agile project. Tolak ukur kuantitatif diperlukan untuk menggambarkan target yang akan dicapai dalam menjalankan suatu misi.
Ketiga, adanya batasan waktu. Sebagai contoh, agile project yang diusulkan oleh divisi penjualan di tengah pandemi mendapat arahan dari perusahaan bahwasannya pencapaian dalam divisi ini menjadi begitu penting. Maka dengan segala proses diskusi yang ada, agile squad akan menentukan sebuah misi. Misalnya dengan menetapkan sasaran penjualan mencapai 150% lebih banyak dibanding dengan tahun lalu. Target tersebut diikuti dengan atau tanpa penambahan capital expenditure (Capex) dan dengan operating expenditure (Opex) yang hanya boleh naik sebesar 10% saat akhir tahun 2020 mendatang.
Mengikuti contoh di atas, dalam rangka menyelaraskan misi yang aspirasional dan telah terbentuk maka upaya menjalankan agile project tidak cukup jika hanya didukung oleh divisi penjualan. Sebaliknya, divisi penjulan keterlibatan dari divisi lain seperti, pemasaran (marketing), produksi, pengadaan (procurement), dan finansial menjadi sangat diperlukan. Oleh karena itu, pembentukan tim dalam agile project haruslah lintas fungsi serta selaras dengan squad mission.
Tidak akan mungkin suatu squad membuahkan hasil yang sifatnya aspirasional tanpa dukungan dari para pemangku kepentingan yang relevan. Sebagai contoh, aspek human capital (HC) dalam mendukung suatu agile squad, keberadaan dari anggota HC ini bertujuan memiliki pakem serta penugasan yang jelas dalam rangka berkontribusi secara nyata untuk squad. Adapula aspek finansial, agile project pasti akan membutuhkan suatu anggaran dalam rangka mencapai suatu hasil. Oleh karenanya, dorongan finansial di dalam squad menjadi tidak terlepaskan dalam upaya menjalankan misi. Tidak hanya aspek HC dan finansial, aspek informasi teknologi (IT) pun perlu dilibatkan mengingat sepanjang progres serta proses yang berjalan suatu squad akan terus melibatkan teknologi dan proses-proses keteknologian. Hal ini dikarenakan squad sudah melakukan pertimbangan terhadap sumbang saran dan kontribusi yang diperlukan dari tim IT dalam upaya memperlancar kerja squad.
Akan tetapi, squad dalam rencana pembentukan suatu aliansi sudah harus lebih dulu membangun komunikasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan, seperti melalui beragam aspek yang ada di dalam perusahaan. Dengan segala dukungan dari berbagai pihak bukan tidak mungkin agile project akan berjalan dengan maksimal.
Baca juga:
Comments